Minggu, 02 Agustus 2009

SEJARAH EBEG

Jawa Tengah salah sijine propinsi sing ana neng Indonesia ndue pirang-pirang ragam basa lankabudayan. salah sijine ana nang daerah Jawa Tengah bagian kidul-kulon. Neng daerah kono basa sing dienggo sejen dieleke karo basa daerah liane sing ana neng Jawa Tengah. Basane kue biasane terkenal karo sing jenenge basa NGAPAK. Akeh sing ngomong nek basa ngapak kue,luwih tua sekang basa jawa. Daerah sing nganggo basa ngapak kue banyumas, cilacap, purbalingga, banjarnegara, kebumen bagian kulon.

salah sijine kesenian sing ana nang tatar ngapak jenenge ebeg. Ebeg nek miturut critane kue jenis ibing-ibingan sing nyritakna latian perang wektu semono. Ebeg biasane dimaina nang wong 5 – 8. biasane di iringi karo tabuhan gendanglan kanca-kancane. Ebeg biasane ya ana sing kesurupan, nek dolanan ebeg suene antara 15-20menit.

Ebeg' adalah jenis tarian rakyat yang berkembang di wilayah Barlingcakeb (Purbalingga,Banyumas,cilacap,kebumen). Varian lain dari jenis kesenian ini di daerah lain dikenal dengan nama kuda lumping atau jaran kepang, ada juga yang menamakannya jathilan (Yogyakarta) juga reog (Jawa Timur). Tarian ini menggunakan “ebeg” yaitu anyaman bambu yang dibentuk menyerupai kuda berwarna hitam atau putih dan diberi kerincingan.

Penarinya mengenakan celana panjang dilapisi kain batik sebatas lutut dan berkacamata hitam, mengenakan mahkota dan sumping ditelinganya. Pada kedua pergelangan tangan dan kaki dipasangi gelang-gelang kerincingan sehingga gerakan tangan dan kaki penari ebeg selalu dibarengi dengan bunyi kerincingan.

Jumlah penari ebeg 8 oarang atau lebih, dua orang berperan sebagai penthul-tembem, seorang berperan sebagai pemimpin atau dalang, 7 orang lagi sebagai penabuh gamelan, jadi satu grup ebeg bisa beranggotakan 16 orang atau lebih. Semua penari menggunakan alat bantu ebeg sedangkan penthul-tembem memakai topeng. Tarian ebeg termasuk jenis tari massal, pertunjukannya memerlukan tempat pagelaran yang cukup luas seperti lapangan atau pelataran/halaman rumah yang cukup luas.

Waktu pertunjukan umumnya siang hari dengan durasi antara 1 – 4 jam. Peralatan untuk Gendhing pengiring yang dipergunakan antara lain kendang, saron, kenong, gong dan terompet. Selain peralatan Gendhing dan tari, ada juga ubarampe (sesaji) yang mesti disediakan berupa : bunga-bungaan, pisang raja dan pisang mas, kelapa muda (dewegan),jajanan pasar,dll. Untuk mengiringi tarian ini selalu digunakan lagu-lagu irama Banyumasan seperti ricik-ricik, gudril, blendrong, lung gadung,( crebonan), dan lain-lain.

Yang unik, disaat pagelaran, saat trans (kerasukan/mendem) para pemainnya biasa memakan pecahan kaca (beling) atau barang tajam lainnya, mengupas kelapa dengan gigi, makan padi dari tangkainya, dhedek (katul), bara api, dll. sehingga menunjukkan kekuatannya Satria, demikian pula pemain yang manaiki kuda kepang menggambarkan kegagahan prajurit berkuda dengan segala atraksinya.

Biasanya dalam pertunjukan ebeg dilengkapi dengan atraksi barongan, penthul dan cepet. Dalam pertunjukannya, ebeg diiringi oleh gamelan yang lazim disebut bendhe.

panganan sing khas sekang tatar ngapak jenenge mendoan. mendoan kue digawe sekang tempe tipis digoreng karo trigu setengah mateng, dipangan pas anget karo nyigit lombok iji.

Selengkapnya...

Senin, 04 Mei 2009

Apa Itu Yudho Turonggo Lumaksono

Yudho Turonggo Lumaksono ini adalah suatu nama dari group kesenian kuda lumping yang ada di Desa Pengaringan Kecamatan Pejaoan Kab. Kebumen Jawa Tengah, khususnya warga dari RW. 02 Ds. Pengaringan.

Yudho = prajurit, Turonggo = Kuda (Jaran,Jawa) dan Lumaksono = siaga /siap. Jadi kalo digabungkan mempunyai makna sekelompok prajurit yang gagah berani sudah siap tempur diatas kudanya.


Group kuda kepang ini berawal dari semangat para pemuda yang ada di RW. 02 Ds. Pengaringan dalam melestarikan seni dan kebudayaan, kalau orang Jawa bilang "nguri - nguri kabudayan Jawi". Sebenarnya kesenian ini sudah turun temurun, bahkan Pengaringan ada dua group kuda kepang, yang satu beraliran Banyumasan (RW. 01 Ds. Pengaringan) dan yang satu lagi beraliran Jawa (dari segi tarian dan arasemen gamelan masih asli atau belum bervariasi) group ini tidak lain adalah Yudho Turonggo Lumaksono.

Dari semangat para pemuda tadi, disambut baik oleh para sesepuh dan kaur pemerintahan desa. Maka hadirlah disuatu malam, dari sesepuh diantaranya Bpk. Suhadi (Kamitua), Bpk. Mitro Dilmulyo (Conggog), Martareja (Ket. RT.06), Darmo Sukarto (LKMD), Sukiman (BPD), Sumardi (polisine),Pawit (pakar gending), Sakum (pengendang dari peniron) , Sikun (senior penari ebebg), Purwo Sukarto dll, serta dari pemuda antara lain : Pario, Suratno, Sarwan, Picynk, Warman dll.

Setelah melakukan musyawarah maka dicapailah kesepakan diantaranya menyematkan nama group ini "Yudho Turonggo Lumaksono" dan mengangkat Mitro Dilmulyo, Suhadi dan Sumardi sebagai penasihat serta Darmo Sukarto sebagai pimpinan dari Kesenian Kuda Lumping Yudho Turonggo Lumaksono. /wsm/
Selengkapnya...